Cara Rasul (shalallahu ‘alaihi wasallam) Memotivasi
Kesalahan yang masih banyak terjadi pada suatu instansi atau organisasi yaitu adanya keretakan hubungan antara seorang pimpinan dan bawahan, harapan untuk mengingatkan sehingga kinerja berjalan baik dan semakin baik lagi hancur, akibat salah dalam mengambil sikap atau cara memberikan dorongan (yang kita kenal memotivasi) keliru.
Begitu juga dalam perjalanan orgasnisasi dakwah, sangat diperlukan sekali motivasi-motivasi bagi da’i yang pastinya mendapatkan rintangan dan cobaan saat menghadapi mad’u yang beragam bentuknya, pimpinan organisasi harus cermat memberikan motivasi terhadap bawahannya, sehingga dakwah selalu berjalanan semangat, dan tidak loyo atau semakin resup saja.
Motivasi adalah dorongan yang timbul pada diri sesorang secara sadar atau tidak sadar untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu, dalam istilah psikologi berarti, usaha-usaha yang dapat menyebabkan seseorang atau kelompok orang tertentu tergerak melakukan sesuatau karena ingin mencapai tujuan yang dikehendakinya atau mendapat kepuasan dengan oerbuatan, bila ditambahi imbuhan me bermakna memberikan motivasi[1].
Motivasi diperlukam agar kinerja seseorang semakin baik, atau mengingatkan agar yang malas menjadi rajin, sebab manusia adalah tempatnya salah dan lupa, tempat dimana iman itu naik dan turun, terkadang stabil dan terkadang goyah, menghadapi hal-hal semacam ini, keberadaan motivasi sangatlah diperlukan.
Lewat diri Rasul (shalallahu ‘alaihi wasallam) sebagai pribadi agung, suri tauladan sepanjang zaman. Islam memberikan konsep atau gambaran cara memotivasi yang baik, diantarnya;
Motivasi dengan memberikan kabar gembira[2]
“Dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang mukmin bahwa Sesungguhnya bagi mereka karunia yang besar dari Allah” (QS Al Ahzab: 47)
Pada dasarnya, inilah yang dibawa Nabi (shalallahu ‘alaihi wasallam) sebagai utusan Allah (subhanahu wata’ala), dalam ayat yang lain, selain kabar gembira juga sebagai pembawa peringatan dan menjadi saksi, Allah (subhanahu wata’ala) berfiraman;
“Hai nabi, Sesungguhnya kami mengutusmu untuk jadi saksi, dan pembawa kabar gemgira dan pemberi peringatan” (QS Al Ahzab: 45)
Beberapa contoh motivasi Rasul (shalallahu ‘alaihi wasallam) yang diberikan melalui kabar gembira yang disampaikan adalah sebagai berikut;
Taubat
Rasul (shalallahu ‘alaihi wasallam) menyampaikan kepada umatnya, bahwa Allah Ta’ala menerima taubat orang yang mau bertaubat, memaafkan yang kembali ke jalanNya.
Ini berarti menjadikan orang-orang yang menyesali perbuatan buruknya, mendapatkan kembali semangat, harapan dan keteguhan dalam beribadah, jika saja pintu taubat benar-benar tertutup, lalu bagaimana orang-orang tersebut akan termotivasi untuk kembali kepada Islam yang benar.
Wudhu
Rasul (shalallahu ‘alaihi wasallam) menyampaikan bahwa wudhu dapat menghapus kesalahan.
Dalam kondisi panas terik, kita tidak akan menolak untuk mengambil air wudhu, namun jika keadan dingin, atau dalam suatu pekerjaan panjang yang melelahkan, siapa yang tidak malas mwngambil air wudhu?, apalagi jika wudhu sebelumnya belum batal, memang dianjurkan untuk tidak perlu mengambil air wudhu.
Dan Rasul (shalallahu ‘alaihi wasallam) begitu hebatnya memotivasi kita untuk berwudhu, karena disetiap tetes air wudhu yang kita ambil, akan menggugurkan dosa-dosa.
Kepada orang yang kehilangan matanya
Betapa berat cobaan hidup bagi mereka yang tak mempunyai penglihatan, walapun begitu mereka tetap hamba yang wajib menyebah Rabbnya, jangankan kehilangan mata, orang yang sakit sedikit saja badanya, akan mengeluh dan putus asa dalam beribadah, mereka akan cenderung santai-santai sambil menikmati suasana.
Tetapi Rasul (shalallahu ‘alaihi wasallam) mengatakan kabar gembira, bahwa orang-orang yang kehilangan matanya akan masuk surge, sehingga mereka semangat dalam melaksanakan tugas kewajibannya ataupun sunah-sunah Rasul.
Orang yang kehilangan seorang anaknya
Ibu adalah manusia yang mengandung selama berbulan-bulan lamanya, begitu berat perjalanan menjaga janin dalam rahimnya dapat dilalui, lelah letih tidak dirasakan sehingga bayinya terlahir, tidak berhenti disitu saja, ia harus menyusui, membimbing dengan benar agar menjadi seorang mujahid yang tangguh, namun. Apa daya jika anaknya dipanggil untuk mendahului menghadap Sang Pencipta, ibu yang patah semangat akan meronta tentunya.
Maka dari itu Rasul (shalallahu ‘alaihi wasallam) memberikan kabar gembira kepada orang-orang yang kehilangan anaknya bahwa kelak akan mendapatkan istana dalam surga. Maka ibu atau ayah itu pun akan menerima kepergian putranya dengan lapang dada, tanpa menyobek-nyobek pakaian, apalagi hingga hilang akal.
Menghadapi ujian
Bukanlah mudah melintasi suatu ujian, apalagi jika bentuknya seperti bala’, salah memahami dikira suatu anugrah, ujian bukan saja disaat menyedihkan namun juga disaat menyenangkan. Banyak juga didapati orang yang tertimpa musibah mengumpat-umpat entah kepada siapa, yang lebih parah menganggap Allah tidak adil.
Rasul (shalallahu ‘alaihi wasallam) memeberikan kabar gembira kepada mereka yang sedang dalam ujian, bahwa Allah akan menguji setiap orang agar menjadi baik.
Shalat
Walapun hanya diwajibkan lima kali sehari, kenyataanya masih saja sulit dioptmalkan, bahkan banyak yang terang-terangan meninggalkan dengan sengaja, Rasul (shalallahu ‘alaihi wasallam) sebagai pemberi kabar gembira, menyampaikan bahwa malaikat berdhalawat untuk orang yang menunggu shalat.
Semua yang tersebut diatas adalah bagian kecil dari apa yang dikabarkan Rasul(shalallahu ‘alaihi wasallam), selebihnya masih banyak yang tidak tersebut, bahkan ini dianjurkannya pada utusan yang akan berangkat ke berbagai daerah untuk berdakwah, Rasul (shalallahu ‘alaihi wasallam) bersabda;
بشروا ولا تنفروا ويسروا ولا تعسروا
“sampaikanlah kabar gembira dan janga menakut-nakuti, permudahlah dan jangan mempersulit” (HR Bukhari Muslim)
Semua ini dilakukan Rasul (shalallahu ‘alaihi wasallam) tidak lain dan tidak bukan adalah untuk sebuah motivasi, agar para sahabat pada saat itu tergugah hatinya, tersadarkan jiwanya pada kebenaran Islam, kecantikan dan keselamatannya yang pasti.
Jika dipraktekkan dalam konteks sekarang, inilah seharusnya menjadi kepiawaian para da’i, untuk terus menyampaikan kabar gembira, sebagaimana Rasul (shalallahu ‘alaihi wasallam) contohkan, baik kepada sesama da’i maupun kepada masyarakat yang menjadi mad’unya.
Motivasi dengan memberikan gelar
Selain memberikan kabar gembira, tercatat dalam sejarah, ternyata Rasul (shalallahu ‘alaihi wasallam) juga memberikan dorongan sejenis motivasi pada para sahabat dengan gelar, ini lebih mirip pada pemberian penghargaan atau tanda jasa pada sekarang ini, subhanallah…betapa agungnya Islam sehingga prinsip dasar seperti ini sudah dimilikinya sejak berabad-abad lamanya.
Diantara penghargaan Rasul (shalallahu ‘alaihi wasallam) dengan gelar yang dilakukan pada saat itu adalah sebagai berikut;
1. Abu Bakar dengan As Siddiq
Saat orang-orang diguncangkan dengan kabar perjalanan Nabi (shalallahu ‘alaihi wasallam) dalam Isra’ Mi’raj dalam waktu semalam dari Mekah ke Baitul Maqdis Palesina, Abu Bakar santai saja, tetap setia dan meyakini seluruhnya apa yang datang dari Nabi (shalallahu ‘alaihi wasallam). Maka untuk komitmen besar seperti itu, terlepas siapa yang mulanya menjuluki, Nabi (shalallahu ‘alaihi wasallam) mengakui gelar As Siddiq bagi Abu Bakar, sebagai yang selalu membenarkan Nabi (shalallahu ‘alaihi wasallam)[3].
2. Umar bin Alkhathab dengan Al Faruq
Sungguh komitmen yang sangat tinggi, berdampak besar baik terhadap kakum musyrikin saat awal keislaman, begitu juga dampaknya bagi kaum muslimin, Umar-lah yang menjadikan kebenaran Islam semakin tampak jelas, dialah yang membawa Rasul (shalallahu ‘alaihi wasallam) dan kaum muslimin keluar untuk pertama kalinya ke Masjidil Haram secara terang-terangan, rombongan itu dibagi menjadi dua, sebagian dipimpin Umar dan sebagian dipimpin Hamzah. Saat orang-orang kafir melihatnya, tampaklah kesedihan luar biasa meliputi mereka, mulai saat itu Rasul (shalallahu ‘alaihi wasallam) menamai Umar bin Al Khathab dengan gelar Al Faruq.[4]
Selain yang disebut diatas, setidaknya Rasul (shalallahu ‘alaihi wasallam) juga mengakui gelar-gelar lainnya yang diberikan pada para sahabat, seperti Hamzah bin ‘Abdul Muthalib dengan Asadullah Abu Ubaidah dengan Aminu Hazihil Ummah, Ja’far dengan ciptaan dan watak budi pekerti yang sama miripnya, Utsman bin Affan dengan Apa yang membahayakan Utsman adalah apa yang ia lakukan setelah hari ini Khalid bin Walid dengan Saifullah Al Maslul, Zaid bin Haritsah dengan Hubbu Rasulillah dan sahabat lainnya dengan do’a “kebaikan buat penunggang kuda kita Abu Qotadah…dan kebaikan pula buat petangguh kita Sallamah”[5]
Bukanlah mudah memberikan gelar tanpa komitmen yang besar, gelar itu tak mungkin disandang Hamzah, jika saja dia tidak berkomitmen dalam meraih kemenangan di medan pertempuran. Begitulah Rasul (shalallahu ‘alaihi wasallam) memberikan contoh memotivasi, hampir semuanya yang berkiprah besar dalam perjuangan diberinya gelar, tak tanggung-tanggung yang lembut namun tegas seperti Ubaidah disandangkan dengan Aminu Hazihil Umah,
Begitulah setelah mereka benar-benar bekerja dan beramal dengan sungguh-sungguh Rasul (shalallahu ‘alaihi wasallam) pun memberikan gelar tersebut.
Jadi, kesimpulannya yaitu; cara Rasul (shalallahu ‘alaihi wasallam) memotivasi para sahabatnya setidaknya ada dua cara, pertama dengan memberikan kabar gembira dan kedua dengan memberika gelar, ini penting untuk diperhatikan pimpinan, baik itu dalam organisasi dakwah maupun organisasi lainya. Tidak bisa diremehkan begitu saja, hal ini memang kecil, namun dia adalah dasar untuk memuali suatu yang besar, apalagi jika ini diberikan untuk meningkatkan kinerja, pemberian gelar, penyematan tanda jasa, atau hadiah-hadiah kecil atas suatu tindakan akan sangat menyentuh perasaan, akhirnya pekerja, juru dakwah atau yang diberi motivasi, siapapun itu, akan semakin berusaha bekerja dengan optimal.
Jadi, kesimpulannya yaitu; cara Rasul (shalallahu ‘alaihi wasallam) memotivasi para sahabatnya setidaknya ada dua cara, pertama dengan memberikan kabar gembira dan kedua dengan memberika gelar, ini penting untuk diperhatikan pimpinan, baik itu dalam organisasi dakwah maupun organisasi lainya. Tidak bisa diremehkan begitu saja, hal ini memang kecil, namun dia adalah dasar untuk memuali suatu yang besar, apalagi jika ini diberikan untuk meningkatkan kinerja, pemberian gelar, penyematan tanda jasa, atau hadiah-hadiah kecil atas suatu tindakan akan sangat menyentuh perasaan, akhirnya pekerja, juru dakwah atau yang diberi motivasi, siapapun itu, akan semakin berusaha bekerja dengan optimal.
Sumber-Sumber:
Aidh bin Abdullah Al Qarni dan Mansyur bin Nasir Al Awaji, Muhammad (shalallahu ‘alaihi wasallam) Sang Idola, terj. Najib Junaidi dan Nur Qamari, Surabaya: La Raiba Bama Amanta, set. I, 2006
Muhammad Ahmad Abdul Jawwad, Rasul yang Bijak, terj. Muhammad Zuhirsyan, Bogor: Abu Hanifah Publishing, cet. I, 2007
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, ed. II, cet. X, 1999
[1] Lihat Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1999, Jakarta: Balai Pustaka, ed. II, cet. X, hal. 666
[2] Muhammad (shalallahu ‘alaihi wasallam) Sang Idola, Aidh bin Abdullah Al Qarni dan Mansyur bin Nasir Al Awaji, terj. Najib Junaidi dan Nur Qamari, Surabaya: La Raiba Bama Amanta, set. I, 2006, hal.192
[3] Lihat Shafiyurrahman Al Mubarakfuri, Perjalanan Hidup Rasul yang Agung Muhammad SAW, terj. Hanif Yahya, Jakarta: Darul Haq, cet. X, 2005, hal. 201
[4] Ibid, hal. 140-141
[5] Rasul yang Bijak, Muhammad Ahmad Abdul Jawwad, 2007, terj. Muhammad Zuhirsyan, Bogor: Abu Hanifah Publishing, cet. I, hal. 4-5
Posting Komentar