Book Fair Jakarta 2011
Acara ini diselenggarakan pada hari Jum’at, 11 Maret 2011, tepatnya pada hari ke VIII rangkaian acara pameran buku terbesar se Asia Tenggara. Sebenarnya acara sudah dimulai sejak pagi hari, namun. Penulis baru sampai ditempat pada jam 15.00 WIB, ini berarti penulis hanya mengikuti sebagian acara yang cukup menarik. Ada 3 acara yang bisa penulis laporkan;
1. Bedah Buku Rame-Rame
Pada sesi ini, acara sepenuhnya dipandu oleh tim dari penerbit buku tersebut, yaitu Pro-U Media, ada empat buku yang dibedah sekaligus, diataranya;
1.1. “Spiritual Problem Solving” oleh Puji Hartono
Selain Kang Puji, buku ini sebenarnya ditulis bersama motivator ulung Sholihin Abu Izzuddin, penulis buku “Zero to Hero” yang sangat fenomenal. Menurut Kang Puji, buku ini adalah kumpulan materi trainingnya, saat mengisi didesa-desa dulu, tepatnya kepada para petani. Orang desa ternyata labih tenang dibanding orang kota yang lebih modern, kata Kang Puji: “Orang kota itu resah”, dimana-mana; dijalan (menunggu angkot, banyak debu, takut terlambat dan lani sebagainya), diakntor, dirumah (bagaimana kalau dimasuki maling?) dan lain-lain.
Kang Puji juga mengatakan: “Tidak seorang-pun bias menyakiti hati, kecuali dizinkan oleh pemiliknya”, maka tenang-tenang sajalah dihina orang, jangan hiraukan, sekali dihiraukan, berarti saudara telah mengizinkan hati saudara disakiti orang. Memang untuk menjadi lebih baik harus berubah, namun perubahan itu bias saja dilaksanakan dalam ukuran kecil atau sedikit, minimal dalam perjalanan yang lambat, kemudia berlarilah sedikit, maka itu juga bisa dikatakan langkah perubahan, “Live is not teory, live is action”.
1.2. “Oase Hati” oleh bayu Gawtama
Ini merupakan buku ketujuh penulis, awalnya akan diberi judul “Jangan Dibaca”, namun belum sempat bicara, penerbit sudah mencetaknya, kenapa begitu? Sebab, buku ini berisi pengalaman-pengalaman atau pengamatan pahit, jika dibaca, akan teringat-ingat terus, isi buku sepenuhnya dilatr belakangi penulis yang juga sebagai relawan, dank e-peka-an penulis menjadi relawan, kaena sejak umur lima tahun juga sudah menjadi yatim, itu yang tidak bisa dilupakan.
Bang Gawt yang asli anak Betawi bercerita, bagaimana prosesnya sehingga bias menulis sampai memiliki tujuh buku. Di tahun 2000-an, dia bergabung di situs eramuslim.com sebagai bagian yang pekerjaannya harus manuliskan pencerahan-pencrahan, disini mau-tak mau dia akhirnya terlibat kepenulisan yang baik, yang dapat menarik pengunjung situs.
Kemudian saat berkunjung ke sebuah pesantren Darul Istiqomah yang memiliki tradisi nikah dini, Bang Gawt tertarik pada sebuah buku berjudul “Chiken Shoop” yang sangat inspiratif, sepulangnya dari kunjungan dicarilah buku dengan model yang sama dalam bahasa Inddonesia, tetapi Islami, hasilnya tak ada satu buku-pun ada, Bang Gawt akhirnya teringat sebuah kutukan yang dikatakan seorang penulis “Jika anda mencari sebuah buku, dan tidak anda temukan, maka anda-lah yang harus menulis”. Dari sinilah buku “Oase Hati” bermula.
Buku didesain agar dapat dibaca dari mana saja, salah satu cerita dalam buku ini adalah tentang seorang tua, “Pak Syukri” yang mengais sampah disekitar GOR. Dalam pembicaraannya Bang Gawt juga mengatakan “Jika setiap tempat adalah sekolah, maka setiap orang adalah guru”, kemudian “Jadi orang sholeh saja, tidak cukup. Sholeh dan peduli, itu harus”.
1.3. “Enak Bener Jadi Orang Pinter” oleh Fatan Fantastic
Buku ini berawal dari kegelisahan, kegelisahan melihat anak-anak sekarang, yang cenderung mencemooh orang pinter, “Orang pinter itu culun, polos, kepalanya botak dan lain-lain” ujar Fatan, dia sebenarnya benci menulis sewaktu kecil, namun menginjak kelas empat sekolah dasar, tulisan isengnya yang dikirimkan kesebuah majalah anak-anak, dimuat, tulisan itu berisi pertanyaan: “apa bedanya Pak Haji dan orang gila?” kata Fatan.
Hadirin sempat bertanya-tanya, seorang peserta yang menjawan sempat salah, kemudian untuk kesempatan keduanya baru benar, jawabannya adalah: Pak Haji bias gila, sedangkan orang gila tidak bias haji”, hadirin akhirnya manggut-manggut tersenyum, melihat Fatan membenarkan jawaban seorang peserta.
Sempat menulis saat di SMP dan SMA As Salam Magelang dan dikirimkan ke majalah pesantren, namun tidak penah dimuat, sampai saat kuliah di Jogja dan gempa dating meluluh lantakkan Bantul dan sekitarnya, begitu juga kos-kos-an Fatan, dia dan seorang temannya terpacu untuk menulis kembali, “Walaupun barang sedikit” ujar Fatan.
Kemudian buku pertama diterbitkan tahun 2007, dari buku pertama ia mendapat pertanyaan serius mengenai ujian, ujian bagi anak zaman sekarang adalah suatu beban, hal ini juga sempat dikatakan seorang Ustadz di Al Mukmin dulu “kalau ujian itu tinggal santai, kan sudah belajar tiga bulan”. Kemudian terbitlah buku selanjutnya berjudul “Ujian Sukses Tanpa Stres”, yang mana dikalim mirip buku milik Faudzil ‘Adzim “Menembus UMPTN Tanpa Stres” yang sempat boming saat itu.
1.4. “The Messiah Project”oleh RH Fitriadi
Ini adalah buku ke dua dari tetralogi “The Grat”, isinya merupakan simpul-simpul fakta, kemudian Fitri mengatakan “Anda tidak akan menjadi tokoh utama sebelum menulis”, “Sastra itu menjadikan sesuatu lebih terasa”, sedangkan berita hanya lewat begitu saja, maka berita-berita fakta tentang Palestina harus disastra-kan.
Buku Messiah ini, bercerita tentang sekelompok intel yang posisi mereka diatas CIA, mereka membelot sebab Negara sedang dalam situasi mencekam, diatambah lagi, situai ini baru diketahui dua belas jam sebelumnya, bayangkan mereka harus berbuat sesuatu dalam dua belas jam, agar tidak terjadi peristiwa tersebut.
Plot pada novel satu-satunya yang dibedah pada kesempatan kali ini bernuansa labirin, semuanya berkaitan dengan buku pertamanya.
Tak terasa waktu telah mendekati batas, sesi pertanyaan –pun di buka, pertanyaan pertama dating dari peserta akhwat, tepatnya ucapan selamat kepada Kang Puji, kemudian baru pertanyaan buat Bang Gawt: Bagaimana jika mustahiq tidak berusaha bangkit? Dan masukan buat Fatan: terbitkan buku buat anak-anak. Pertanyaan selanjutnya datang dari ikhwan yaitu saudara Yasin, pertama dia ajukan buat Bang Gawt: bagaimana anda terdorong menjadi peka atau peduli?, kemudian buat Kang Puji: Bagaimana jika orang yang terbiasa menyelesaikan masalah orang lain bisa, kemudian saat orang tersebut mendapatkan masalah dan berfikir keras tentang dirinya, kemudian merasa tidak bisa?, selanjutnya pertanyaan buat Fatan: bagaimana anak yang memiliki sifat pemalu dan itu membuatnya ketinggalan pelajaran, namun sebenarnya anak ini pintas dan cepat faham?, terakhir adalah pertanyaan buat Fitri: bagaimana jika dibuat filmnya? Film bertema jihad, namun tidak mengundang fitnah teroris.
Pertanyaan itu dijawab secara bergantian oleh semua pemateri, pertama Kang Puji yang menjawab dengan gaya treanernya, kemidian dia member tips kepada orang tua yang anaknya tidak percaya diri: kalau akan tidur, support terus, inilah yang dipratek-kannya pada anak bungsunya yang sempat tidak pede sebab lidahnya pendek, maka setiap sebelum tidur dibisikkan ketelinganya “kamu anak pinter, kamu anak pinter, kamu anak pinter” sehingga saat diledek oleh temannya si anak ini menjawab “biarin tapi akukan pinter”. Untuk jawaban selanjutnya Kang Puji mengatakan: “Rasa sakit itu datang saat memikirkan diri sendiri, maka jangan rasakan sakitnya”, sakit bisa saja bertambah, bila terus memikirkan dan mengingat diri sendiri yang bisa memecahkan masalah orang.
Kesempatan kedua adalah jawaban Bang Gawt, memang benar apa yang disampaikan saudari, termasuk yang saya cantumkan dalam buku ini adalah apa yang disebut miskin syukur. Untuk prosesnya mejadi peka, Bang Gaut (sebagaimana disebutkan) mulai sejak lima tahun, saat telah ditinggal ayah, saat SMP sering ikut nongkrong di terminal, bahkan sampai makan dari sisa-sisa orang, dari situ Bang Gawt tidak boleh lupa masa lalu.
Fitri penulis novel menjawab setelah dipersilahkan moderator, katanya “Kemerdekaan adalah hak segala bangsa” ujar Fitri mengawali jawaban, maka dari itu, kepedulian terhadap masalah Palestina dan Negara-negara lain yang masih terjajah adalah nasionalis sejati yang mengamalkan UUD 45, menjadikan buku atau novel film itu memerlukan respon pembaca, cepat atau lambat mimpi perfilman tanah air penuh dengan suguhan semacam ini terwuju, bukanlah masalah, bisa saja anak-anak kita yang menikmati wujud tersebut, yang dapat kita lakukan hari ini adalah pertisipasi besar, juga untuk mengajarkan kepada generasi selanjutnya tentang mimpi ini.
Fatan karena memang duduk di pojok dekat moderato, kesempatannya berbicara menjadi yang terakhir juga, Fatan mengatakan: permasalahn kurang percaya diri hanya masalah sudut pandang saja, kemudian ia memberikan contoh apa yang dilakukan Rasul (shalallahu ‘alaihi wasallam) saat para sahabat menyinggung Ibnu Mas’ud yang memiliki betis kecil, ini adalah bentuk support dari usawatun hasanah kita, begitu jugalah kita berik support anak-anak yang merasa kurang percaya diri, akhirnya Fatan menutup pembicaraannya dengan sebuah harapan agar kelak dapat reoni disur Allah kelak. Amin!
Bedah buku ini memang aneh, selain dilaksanakan rame-rame, pembicaranya-pun hanya satu per satu buku dan itu-pun dari pihak penulis, entahlah ini menyalahi ketentuan bedah buku yang ada atau memang sekedar inovasi dari koordinator acara. Yang jelas peserta sangat antuas dengan adanya acara ini, apalagi di akhir acara senpat dibagikan buku-buku tersebut bagi peserta yang bertanya.
2. Launching dan Bedah Buku “Palestina, Kewajiban yang Terlupakan” karya DR Raghib As Sirjani
Ini adalah edisi terjemahannya, isi dari buku ini berbagai macam cara, bagaimana dan siapa saja dapat membantu membebaskan bangsa Palestina, pembicara pada acara ini ada tiga orang Bachtiar Natsir MM, sdr Abdur Rahim dari kedutaan besar Palestina untuk Indonesia dan dr. Jose Rizal dari MER-C, suasana semakin hangat, sesuai tema “IBF Bangkitkan Kekuatan Umat”, walaupun tanggung jawab acara terlihat berbeda, acara tampak mengalir, sebagaimana dikatakan Fitri pada acara sebelumnya, “kepedulian terhadap masalah Palestina adalah nasionalis sejati, itu sesuai dengan UUD 45, kemerdekaan adalah hak segala bangsa”.
Menurut Bachtiar Natsir “ngurusin Palestina, sama seperti ngurusin sholat”, beliau juga menambahkan penjelasan tentang isi buku karya DR. Raghib tersebut, didalamnya tercantum berbagai macam bentuk langkah, gerakan, cara dan lain sebagainya, sebagai sumbangsih bagi seluruh lapisan masyarakat, apapun profesinya; sebagai warga Palestina, penguasa, dokter, sastrawan, olahragawan, guru, lembaga, muslim dibarat, non muslim dan masih banyak lagi.
Semuanya wajib membela hak kemerdekaan Palestina, sdr. Abdurahim yang mendapat kesempatan berbicara ke dua mengutip ayat Al qur’an “innamal mukminuuna ikhwah”, mengutip hadist “al mukminu wal mukminu kal bunyani marshush”. Menurut Abdurahim, Israel hingga saat ini terus melakukan kriminal-kriminal, demi kepentingan Yahudi, hal itu tidak dilakukan sebatas usaha-usaha dalam merubah peta demografi Masjidil Aqsha saja, namun juga mengatakan umat Islam di Yerusalem hanya 20%, sementara disaat lain Israel juga menyebarkan narkoba untuk mempengaruhi generasi muda disana, terus membangun perumahan dengan menghancurkan perumahan penduduk local asli, menggali terowongan dibawah masjid, menebang pedpohonan zaitun.
Hal yang menarik adalah dianjurkannya menghafal Al qur’an bagi generasi muda disana, menurut dr. Jose Rizal, itu dilakukan untuk membendung pengaruh-pengaruh Israel pada mereka, dengan menghafal Al qur’an, generasi-generasi tersebut akan terlindungi dari jahatnya pengaruh zionis Israel, dr. Jose Rizal mengatakan, agar buku “Palestina, Kewajiban yang Tertlupakan” ini, dapat dimiliki seluruh kaum muslimin, sehingga memudahkan untuk membantu Palestina sesuai bidang yang menjadi fokusnya.
Saat sesi diskusi dibuka, seorang gadis cilik bertanya lugu, kenapa Palestina dijajah?, pertanyaan kecil, namun membingungkan jawaban, dr. Jose Rizal pun segera menjawab, sebab Israel menanamkan pemahaman kepada orang-orang Yahudi, bahwa Palestina milik yahudi. Setelah itu giliran peserta lain yang meminta tanggapan, bagaimana dengan beberapa perusahan yang menjalankan kerjasama dengan orang Yahudi, hal ini pun dijawan oleh dr. Jose Rizal, bahwa yang menjadi musuh kita adalah faham Zionisme.
Acara diakhiri dengan tukar menukar cindramata antara sdr. Abdurahim, Bachtiar Natsir dan dr. Jose Rizal. Bachtiar Natsir sendiri juga membuka lelang bagi yang berminat dengan potongan karpet Masjidil Aqsha, selama ini banyak yang memiliki potongan kiswa ka’bah, namun potngan karpet Masjidil Alqsha luar biasa, hasil lelang akan diberikan 100% untuk membantu Palestina kembali.
3. Talk Show “Pembangunan Rumah Sakit Indonesia di Gaza” oleh Tim MER-C
Acara ini sepenuhnya dipandu team dari MER-C, awalnya dijadwalkan duta besar Palestina untuk Indonesia akan mengisi, namun hingga acara dimulai, dubes Palestina tidak tampak. Akhirnya sdr. Abdurahim kembali diminta naik keatsa podium, bersama bebera aktivis MER-C, termasuk dr. Jose Rizal juga.
Acara kambali hangat, semangat, penuh hikmat. Awalnya diputar film documenter milik MER-C tentang kebrutalan Palestina, betapa penderitaan saudara-saudara itu amat pedih. Saat acara berlangsung itulah seorang insinyur yang membidani pembangunan Rumah Sakit Indonesia di Gaza datang, menurut moderator, ini sesuai dengan apa yang ada dalam buku “Palestina, Kewajiban yang Tertunda” yang di launching sebelumnya, insinyur ini bergerak sesuai apa yang menjadi fokusnya.
Selanjutnya acara menjadi lebih terasa akrab, sebab acara ini bukan bedah atau launching buku, seperti acara sebelumnya. Acara dibuat oleh pemandu menjadi banyak dialog, sekalipun moderator tampak mengambil lebih banyak bagian, namun caranya dengan mengungkap pertanyaan-pertanyaan untuk dijawab oleh para pengisi acara, manjdikan acara semakin semarak.
Point terpenting pada acara ini, saat ditayangkannya film dokumenter terbaru yang khusus dikirim beberapa hari lalu, oleh relawan MER-C yang turut mengawasi pembangunan Rumah Sakit Indonesia di Gaza untuk ditayangkan dalam acara ini, menariknya adalah kabar pernikahan seorang relawan dengan gadis Gaza, saat detik-detik pernikahan tersebut ditayangkan peserta hening, sebelum bertakbir seusai pemutaran film.
Saat sesi terakhir, yaitu sesi dialog dibuka, seorang peserta akhwat mengajukan diri, kemudian dia meminta do’a dari semua pihak, agar dapat menjadi dokter, kemudian pergi ke Gaza, akhwat tersebut menuturkan perasaannya sambil menangis, mendengarnya peserta yang lain ada yang bertakbir, ada yang terharu. Akhirnya saat acara ditutup, moderator meminta seorang pengurus dari KISPA untuk membacakan do’a, baik bagi keberhasilan akhwat, Palestina dan kaum muslimin semua.
Posting Komentar