Seminar Al Qur’an “Menyongsong Generasi Gemilang bersama Cahaya Al Qur’an”
Acara ini diselanggarakan pada hari Ahad, …2011, atas kerjasama Lembaga Tahfizh Al Qur’an Raudhathul Hufazh Jakarta, Masjid Al Ikhlash Jatipadang, Himpunan Pemuda dan Pelajar Masjid Al Ikhlas dan LPLQ Al Ikhlash Jatipandang, bertempat di lantai satu masjid Al Ikhlash tersebut.
Pembukaan ditandai dengan pembacaan Al Qur’an oleh seorang hafizh, “yauma taswadduu wujuuh..” itu terasas begitu dashyat ditengah-tengah peserta seminar Al Qur’an. Kemudian acara sambutan-sambutan, yang pertama dari ketua panitia pelaksana sdr. Bambang, dia mengucapkan selamat datang bagi peserta, terima kasih kepada DKM Al Ikhlash atas kerja samanya dan seterusnya. Sambutan berikutnya oleh ketua DKM Al Ikhlash, yang mengatakan “pendaftaran peserta yang mencapai seribu lima ratus orang adalah wujud masyarakat Islam Indonesia”, ditambahkan juga harapannya agar terjalin interaktif dalam acara nantinya, acara ini adalah program pertama bagi pengurus DKM Al Ikhlash yang baru dan semoga berkelnjutan.
Acara yang terselenggara untuk pertama kalinya bagi panitia adalah sebuah hajat yang serius. Acara pertama dimoderatori oleh M Furqan, seorang hafizh lulusan fisika ITB dimana pada tahun 1996 pernah studi di IBIS Internasioal Melborn, pernah aktiv pada sebuah federasi Korea Selatan, disebutkan juga oleh pembawa acara bahwa M Furqon awalnya adalah seorang insyinyur professional, tercatat juga sebagai imam di masjid Al Ikhlash merangkap ketua IV DKM.
Sedangkan pembicara pertama adalah Ust. Zaitun Lc. MA, ulama dari Makasar ini menjabat wakil ketua di komisi luar negri MUI pusat, menurut moderator, dia mengenal Ust. Zaitun pada sebuah kesempatan ini di Jepang, memang sebenarnya beliau termasuk yang sering memberikan materi bahasa Arab di Jepang. Awalnya yang dijadwalkan mengisi sesi pertama ini adalah KH. Kholil Ridwan, namun beliau berhalangan dan Ust. Zaitun diminta untuk mengganti. Menurut Ust. Zaitun, kewajiban memberi nasehat ketika diminta, walaupun yang diminta menyadari kekurangannya, membuatnya siap untuk mengisi pada acara ini.
Tema yang dibawa Ust. Zaitun adalah “Mukjizat Al Qur’anul Karim”, menurut Ust. Makna Al Qur’an sudah ma’ruf ditelinga kita, maka yang perlu diketahui adalah makna mukjizat itu, yaitu melemahkan musuh, ini yang bisa disimpulkan dari asal kata mukjizat, yaitu i’jaz. Mukjizat adalah perkara luar biasa berasal dari Allah Ta’ala yang diserikan kepada para nabi and rasul. Mukjizat berkaitan selalu dengan kondisi masyarakatnya yang mengagungkan suatu tantangan, seperti Al Qur’an juga turun ditengah masyarakat yang mengagungkan kedalaman bahasa Arab.
Tujuan mukjizat adalah memperkuat kenabian, saat menjelaskan tentang ini, Ust. sempat menyingung pemerintahan, menurutnya pemimpin dalam pemerintahan haruslah kuat ilmu dan fisiknya, ini jelas berbeda dengan kondisi saat ini, dimana yang menjadi pemimpin adalah mereka yang memilik banyak uang atau kuat ekonominya, sedangkan dalam ilmu dan fisiknya nol.
Mukjizat terbagi menjadi dua, hissiyah dan ‘aqliyah. Hissiyah adalah mukjizat yang dapat dilihat dan didengar langsung dan berakhir dengan habisnya periode kenabian Sang Nabi tersebut, ini harus dipercayai dengan adanya riwayat yang shahih tentang mukjizat tersebut. Sedangkan ‘aqliyah adalah mukjizat yang dapat difahami oleh pengetahuan dan logika, sedangkan waktunya sepanjang masa.
Aspek-aspek dalam mukjizat adalah bahasa-sastra, makna-kandungan dan keaslian-keotentikan. Pada aspek bahasa-sastra yaitu menantang kefasehan kaum Qurisy, seperti kisah penting walid bin Mughiroh. Pembicara menyimpulkan bahwa kebenaran Al Qur’an adalah dari Allah Ta’ala. Sedangkan dalam aspek makna-kandungan yaitu sebagaimana dikisahkan bahwa kaum muslimin akan membebaskan kota Mekah, kerajaan Ruum yang akan terkalahkan didaerah dataran terrendah di bumi, saat ini sudah terbukti semua.
Pemateri juga menjelaskan keberadaan teori-teori dalam Al qur’an yang bersifat abadi dan tak tertandingi, ini berbeda dengan teori-teori dari eksperimen lainnya, yang sangat mudah dipatahkan dengan sekedar munculnya anti tesis, kemudian muncul kembali tesis baru, dan selalu begitu. Contoh teori yang bersifat abadi dalam Al qur’an yaitu proses penciptaan manusia, terutama pada saat dalam rahim.
Al qur’an jugalah yang menjadikan masyarakat jahiliyah sebagai khoiru ummah. Saat kesempatan pemateri mendekati batas alhir, beliau memberikan dua cara atau kunci dalam menghadap Al qur’an; membaca dengan benar (panjang, pendek dan makhroj); memperjuangkan agar terus terpelihara. Sebelum mengakhiri pembicaraan, beliau mencapaikan pesan singkat dari KH. Kholil Ridwan yang mengatakan, sebagai umat Islam sunni kita tidak boleh kalah, orang-orang syi’ah yang memiliki mushaf berbeda terus menggencarkan serangannya, mereka mengajarkan Al qur’an juga, sebelum mempengaruhi orang-orang yang diajarnya. Akhirnya Ust. Zaitun mengakhiri pembicaraan dengan ayat Al qur’an
“wa jaahiduuhum bihi..”
Selanjutnya pembicara dilanjutkan oleh pakar hadits Indonesia DR. Daud Rasyid MA, beliau memaparkan tema “Menyikapi Konspirasi Musuh terhadap Al Qur’an”, Ust. berbicara santai, namun masih saja tak bisa menyembunyikan kesibukannya. DR yang berdomisili di daerah Condet dan tercatat sebagai dosen di LIPIA ini mengatakan terus terang, bahwa sebeanrnya sudah meminta panitia untuk mengawalkan jadwal kesempatannya berbicara, namun tidak bisa juga. Pria kelahiran Tanjung Balai ini mengatakan kalau dirinya sudah ditunggu oleh team dari TV ONE, untuk segera mengisi acara live “Damai Indonesiaku”.
Materi yang singkat itu tetap membuat antusias tinggi peserta seminar, ia mengatakan beberapa missal konspirasi musuh pada Al Qur’an, diantaranya; tuduhan campur tangan manusia, ini tuduhan lama yang sebeanrnya lemah, namun sekarang terus saja diperbaharui oleh musuh-musuh Islam. Kebenaran Al Qur’an sebenar mudah diterima menurut DR. Daud Rasyid, katakana pada orientalis-orientalis, jika mereka meyakini injil sebagai kitab yang datang dari Allah, maka sebenarnya merka juga harus mengakui kehadiran Al Qur’an dari Allah juga.
Al Qur’an, biarpun dipelsukan tersu-menerus, sebenarnya kebenarannya tidak berkurang sama sekali, bahkan akan terasa janggal, sebab dalam benaknya tetap saja yang dibaca bukanlah Al QUr’an yang asli. Seperti yang dilakukan orang-orang syi’ah dengan memalsukan dengan membuat mushaf tandingan yang diberi nama mushaf Fatimah, dalam pikiran mereka tetap saja itu bukanlah Al Qur’an yang asli, sebab hanya didasari oleh kepentingan tertentu saja.
Seorang liberal yang terkenal dengan naqdun nusus untuk mengkritisi Al Qur’an adalah Naser Abu Zaid, sebenarnya orang ini tidak lulus untuk mengambil gelar professor di Mesir, kemudian pergi ke Belanda. Di Belanda orang ini menjadi dosen bagi mahasiswa-mahasiswa Indinesia yang dikirim untuk belajar Islam di negri Barat, hasilnya mahasiswa-mahasiswa tersebut pulang kembali dengan pemikiran untuk mengkritisi Al Qur’an, bukan mengembangkan Islam, namun menghancurkannya dari dalam.
DR. Daud berbicara kurang dari setengah jam, sangat singkat, akhirnya ia mengungkapkan keterpaksaannya harus meninggalkan tempat segera, peserta pun memakluminya. Dengan berakhirnya kesempatan DR. Daud Rasyid, maka dibukalah sesi tanya jawab oleh moderator. Beberapa pertanyaan dijawab oleh Ust. Zaitun, karena hanya beliau saja yang masih tersisa, ada pertanyaan yang diakui Ust. Zaitun sendiri masih ragu untuk menjawab, yaitu masalah seputar Ya’juz-Ma’juz, kemudian Zulqarnain dan dinding yang dimaksud dalam Al Qur’an.
Acara berakhir untuk sesi pertama, peserta dipersilahkan mengambil air wudhu untuk persiapan sholat Dzuhur, sementara acara akan dilanjutkan setelah sholat dan makan siang.
Sesi kedua dimulai, kali ini dengan moderator yang berbeda yaitu Rustan, masih tercatat sebagai mahasiswa di LIPIA Jakarta, namun walau begitu dia menjabat juga sebagai ketua Raudhatul Hufazh, tentu dengan itu berarti hafalan Al Qur’annya juga sudah banyak, yang mengagumkan, moderator ini sebelum tercatat sebagai mahasiswa di LIPIA, SD-SMA-nya diselesaikan di sekolah umum, didaerah asalnya Sulawesi Selatan.
Pembicara pada kesempatan ke tiga yaitu DR. Sholeh Al ‘Aidan, tema yang dibawanya yaitu “Keutamaan Menghafal Al Qur’an”. DR. Al ‘Aidan ini berasal dari Arab Saudi, mengambil gelar s1-s3nya di Universitas Ibnu Sa’ud Riyadh, sekarang dosen di LIPIA. Ia membuka pembicaraannya dengan ayat Al Qur’an “illa nazalat ‘alaihimus sakinah…wa yadrusu…wa yazkuruunahu..”, kemudian ia bertanya: siapa yang member kita hidayah hingga kita hadir di rumah ini, rumah diantara rumah-rumah Allah, kemudian dia pun mengutip ayat Al Qur’an “wa ma khalaqtul jinna wal insane illa liya’budun..”.
“Wa man a’radha ‘an zikri falahu ma’isyatan dhongka..”, Allah-lah yang paling mengetahi tentang kita, maka kepada siapa lagi kita kembali?, untuk itulah diturunkannya Al Qur’an, tapi “innal Qur’an yahdii lillatiy hiya aqwam..”, Al Qur’an-lah inti dari Islam, dan Islam “innad diina ‘inda Allahil Islam..”, Al Qur’an memberikan semua yang diperlukan manusia, “Al Qur’an yarjuuna tijaarotan lan tabuur”, “watluu maa uuhiya ilika min kitaabi Rabbik..” Nabi (shalallahu ‘alaihi wa sallam) adalah orang pertama yang mempraktekkan ayat Al Qur’an “wa rattilil Qur’an tartiilaa”.
Beberapa keutamaan menghafal Al Qur’an yaitu: pahala yang berlipat, pembacanya ditinggikan di sura, Al Qur’an akan member syafaatnya kelak, orang yang mempelajari dan mengajarkan Al Qur’an adalah sebaik-baik manusia, dan masih banyak lagi keutamaan menghafal Al Qur’an.
Karena keterbatasan tertentu, DR. Al ‘Aidan mengakhiri pembicaraannya, ia sempat menggunakan bahasa Indonesia yang mengundang gelak tawa peserta. Acara dilanjutkan dengan pembicara lain, yaitu Ust. Ridwan Hamidi Lc, Ma alumni Universitas Madinah dan Pembina yayasan Al Qur’an for All, ia berdomisili di Yogyakarta.
Pada kesempatan ini, ustadz Ridwan memberikan tips menejemen waktu, agar sukses menghafal Al Qur’an:
Tidak perlu ada to do list, jadwal rapi yang rumit. Kuncinya hanya kemauan, 1 jam perhari, berarti 7 jam seminggu atau 364 dalam setahun. Caranya; kurangi waktu nonton tv 1 jam perhari, muraja’ah rutin sebelum menambah hafalan, memilih waktu yang tepat dan kondusif, memperhatikan tajwid, menggunakan satu jenis mushaf.
Juga dijelaskan teknik menghafal dengan talqin (guru membaca, kemudian murid menirukan dengan benar), tasmi’ (murid memperdengarkan hafalannya dihadapan guru) dan muroja’ah (mengulang hafalan dengnan berbagai cara). Metode menghafal ada beberapa, diantaranya; tafsir (mengkaji tafsirnya, baik sendiri, maupun melalui guru, ini akan menguatkan hafalan), kemudian dengan tajwid (perbaikan bacaan dan hukumnya).
Bila menghafal diusia dewasa, konsekuensinya harus melakukan pengetaan waktu (disiplin), kebiasaan ngrumpi, ngobrol, nonton tv mulai direm dan dikurangi. Mesti juga konsisten dengan waktu yang telah ditetapkan selam asekian tahun. Ketahanan menjaga komitmen waktu inilah yang sulit, disinilah perlu diwaspadai kebiasaan menunda dan malas dengan alasan apapun; capek sedikit saja, jangan buat waktu yang telah tertata rapi berantakan dengan tidur, refresing berlebihan.
Dalam tradisi menghafal, semakin banyak hafalan, maka semakin tinggi pula tingkat kedisiplinannya. Kekhawatiran lain dalam menghafal yang muncul, yaitu pobia tentang susahnya menjaga atau hilangnya hafalan yang berdampak pada hukum “dosa” atau “maksiat”. Perlu diketahui, bahwa lupa yang diharamkan, menurut Imam Nawawi, dalam kita “At Tibyan fi Adab Hamal Qur’an” yaitu apabila ada unsure kelalaian, menyepelekan hafalan. Seperti menyepelekan hafalan dan tidak membacanya dalam kurun waktu satu bulan lamanya.
Terskhir uastadz juga memberikan pengalamannya saat berkunjung ke Dubai, disana fasilitas bagi orang yang meghafal benar-benar bagus; ada bis antar jemput, sampai ada ruangan khusus ibu hamil untuk menghafal Al Qur’an. Namun Indonesia sebagai negara mayoritas muslim terbesar, masih minim.
Posting Komentar